Kamis, 28 Juli 2011

Tari Bedhaya Angron Akung


Bedhoyo Angron Akung, merupakan tari putri kelompok yang diperagakan oleh tujuh orang. Setiap penari secara simbolis filosofis mempergerakan tokoh tokoh tertentu. Bedhoyo Angron Akung diciptakan oleh KGPAA. Paku Alam II (1829 – 1858) dan direkonstruksikan/digubah kembali pada masa KGPAA. Paku Alam VIII (1937 – 1998).
Pergelaran biasanya dilaksanakan di Bangsal Sewatama untuk menyambut tamu-tamu kehormatan Pura Pakualaman dan memperingati ulang tahun Sri Paku Alam. Sesuai dengan namanya, tari ini bersumber dari cerita Panji Angronakung. Tarinya bernarasi simbolis tentang Raden Panji Inu Kertapati ketika dalam penyamaran untuk mencari Dewi Anggraeni.

Tari Langen Kusuma Banjaransari


Langen Kusuma Banjaransari, merupakan dramatari berdialog tembang. Naskah ini bersumber dari Langen Kusuma Banjaransari yang diciptakan oleh: KGPAA. Pakualam V (1878 – 1900). Pada waktu itu, seni pertunjukan ini merupakan lelangenan atau hiburan yang diperagakan oleh beberapa orang abdi dalem wanita yang masih kanak-kanak yang disebut keparak alit.
Dramatari berdialog tembang ini berkisah tentang perjalanan/pengembaraan Raden Banjaransari yang diiringkan oleh abdinya bernama Ujungkelan. Perjalanannya sampai di wilayah kerajaan Sigaluh yang diperintah oleh raja putri bernama Rayungwulan. Dikisahkan pula bahwa dengan melalui berbagai rintangan, pada akhirnya Raden Banjaransari menikah dengan Rayungwulan, kemudian bertahta di Sigaluh. Dalam beberapa pertunjukan, Langen Kusuma Banjaransari dapat juga ditampilkan sebagaimana semula dengan beberapa pengembangan yang tidak menyimpang dari sumbernya. Semua peran di dalam Langen  Kusuma Banjaransari tetap dibawakan oleh para penari wanita, meskipun yang diperagakan adalah tokoh laki-laki.

Tari Srimpi Renggowati


Tari Srimpi Renggowati  Yasan Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono V-Kraton Yogyakarta mengisahkan perjalanan Prabu Anglingdarmo saat mencari titisan Dewi Setyawati. Sampai di Bojonegoro ia bertemu dengan putri raja Bojonegoro bernama Dewi Renggowati. Pada saat itu Prabu Anglingdarmo telah berubah wujud jadi burung “Mliwis Putih”.
Tidak disadari bahwa Dewi Renggowati adalah Dewi Setyawati yang sedang dicari Prabu Anglingdarmo. Pertemuan inilah yang menjadi simbolisasi pertemuan Prabu Anglingdarmo dengan Dewi Setyawati